Sebagai laki-laki, saya pernah merasa mengejar cinta seseorang.
Sesuai kata Tuan Nietzsche mengenai cinta dan komitmen:
Der Wunsch, geliebt zu werden ist die größte aller arroganten Anmaßungen.
The desire to be loved is the greatest of all arrogant pretensions.
Mengejar cinta terkadang saya artikan sebagai suatu bentuk merendahkan diri sendiri pada individu lain yang kita inginkan untuk mencintai kita, atau bentuk arogansi pada semesta bahwa kita ini berhak untuk dicintai. Bentuk merendahkan diri atau arogansi ini tidak harus diartikan sebagai sesuatu yang buruk, mengingat banyak sekali cinta dan individu yang lahir dari hal ini.
Selain itu, cinta itu tak ubahnya tipuan kimiawi di dalam otak yang membuat kita merasa senang, bahagia, melonjak-lonjak, dan bahkan terkadang menjadi bergairah secara reproduktif. Tipuan ini bisa dimanipulasi, diatur, dan tentunya bisa jadi beracun bila dilakukan oleh individu imoral yang semena-mena terhadap sesamanya.
Pemikiran saya ini mungkin berangkat dari serangkaian kekecewaan yang akhirnya saya hakimi sebagai suatu kepastian dan konsekuensi yang tak dapat dinafikan dari cinta. Mengejar cinta, malah terkadang membuat seorang individu berada di posisi yang tidak menguntungkan dan begitu rendahnya. Sekali lagi ini tidak selalu buruk, tapi bisa menjadi buruk.
Adil bilamana pemikiran ini dinilai sebagai suatu bentuk pesimisme atau kemalasan atau mungkin keengganan untuk berjuang demi cinta. Kembali lagi ke premis awal, cinta adalah tipuan kimiawi. Spesial dalam perspektif individu yang sedang terkena ilusi ini, namun memuakkan bagi individu lain yang mungkin sedang nyala logikanya dan dapat melihat tipuan ini secara objektif.
Meminjam perkataan Ivan Turgenev—filsuf nihilisme Rusia, dalam bukunya Fathers and Sons:
I look up to heaven only when I want to sneeze.
Saya menginterpretasikan kata di atas sebagai suatu kerangka berpikir yang acuh dan mengalir sesuai alam. Menengoklah ke atas bilamana Anda harus menengok ke atas. Menurut saya, pendekatan tiap-tiap individu akan cinta selayaknya selaras dengan pemikiran ini.
Dalam mencintai, hal yang saya lakukan adalah hal-hal yang tidak merugikan saya secara objektif dan materiil. Semuanya saya lakukan sesuai aliran, dan semuanya pun saya lakukan demi diri saya sendiri sebelum demi orang lain yang saya cintai.
Misalkan, bila saya diminta untuk hadir menolong dan saya merasa tidak ada ruginya saya menolong, maka saya akan menolong. Dalam skenario dimana saya tidak bisa hadir, atau merasa merugi bila menolong, saya tidak akan hadir.
Kewajiban moral dan konstitusional dari cinta, menurut saya hanyalah menyampaikan kalau saya mencintai seseorang. Dia berhak diberitahu. Kalau tidak diberitahu, saya khawatir individu yang saya cintai ini suatu saat akan merasakan suatu penyesalan yang sifatnya terlambat. Tentu tidak adil baginya. Mencintai dalam senyap, buat saya bisa jadi sesuatu yang imoral.
Apalagi dalam konstruksi sosial masyarakat dimana pria diharapkan maju duluan dalam memulai komitmen dengan wanita.
Can't you see that I love you?
Kurang lebih perkataan itu yang akan saya katakan. Saya akan mengatakannya dengan tatapan hangat tapi datar, ekspresi ceria tapi dingin, dan gestur rapuh tapi kokoh. Dan saya tidak akan menagih balasan apapun.
Mengapa saya tidak menagih balasan apapun? Karena menagih balasan atau jawaban dari pernyataan saya adalah suatu arogansi dan juga bentuk merendahkan diri—clingy istilah modernnya. Pertanyaan di atas harusnya dibiarkan saja dalam bentuk retorik, agar orang yang saya cintai bisa merenungkan perasaannya—atau tipuan kimiawi di otaknya, mengenai saya.
Saya hanya akan membuka telinga saya lebar-lebar, kalau-kalau orang yang saya cintai ini berkenan memberi jawabnya. Selama tidak ada jawaban, maka saya akan terus mencintai individu ini dalam diam dengan harapan suatu saat saya bisa bertemu dengan individu lain yang terbuka dengan saya.
Responsum non est responsum, tidak ada jawaban adalah sebuah jawaban. Dan terkadang ketiadaan jawaban itu sendiri adalah sebuah jawaban atau respons yang kuat. Aman bagi saya untuk berasumsi bahwa jawabnya adalah: Tidak! Pergi! Menjauhlah! Jangan kembali!